Babakanblog's Blog


Déjà Vu
June 16, 2010, 3:08 pm
Filed under: National Minorities

SAYA merasa déjà vu. Dalam kamus Wikipedia, hal itu berasal dari frasa Perancis yang artinya secara harafiah adalah “pernah lihat”. Maksudnya mengalami sesuatu pengalaman yang dirasakan pernah dialami sebelumnya.

——-

Kenyataan di depan mata. Sebuah perahu bermotor sebagai sarana penyeberangan di atas Sungai Barito. Selain membawa penumpang, ia juga menaikkan beberapa mobil dan motor. Dengan tarif Rp. 100 ribu untuk mobil dan Rp. 25 ribu untuk motor. Tiap hari hanya dua buah yang beroperasi. Masing-masing dengan rute perjalanan yang berlawanan.

Setidaknya ada tiga buah kelompok pengelola perahu ini. Mereka beroperasi tiap sepuluh hari sekali. Konon penghasilan pengelolanya mencapai Rp. 15 juta per hari.  Rata-rata tiap perahu memiliki anak buah antara 5-7 orang. Dua orang berperan sebagai juru mudi dan asistennya. Selebihnya adalah juru parkir dengan tanggung jawab besar. Bagaimana tidak? Mereka harus bisa mengatur mobil dan motor di atas geladak serta menjaganya tetap aman sesuai kapasitas perahu. Merekapun juga mengatur naik-turunnya mobil/motor melalui dua bilah kayu dengan seaman mungkin. Sangat berisiko.

Kini saya berdiri di pinggir penyeberangan. Yang terlihat oleh panca indra saya sedemikian serupa dengan pengalaman menaiki tambangan beberapa waktu yang lampau. Namun dengan lokasi yang berbeda. Dan muatan di atasnya yang juga tak sama. Ribuan kilometer jauhnya dari tempat tambangan berada. Beberapa orang yang berdiri tak jauh dari saya tengah memperbincangkan sesuatu. Hal yang membuat saya mendengarkannya lamat-lamat. “Foto-lah (perahu bermotor) ferry itu. Tak sampai tahun depan, kita tak bakal melihatnya lagi,” kata seorang kepada yang lainnya.

Continue reading



Menjelang Temaram
June 14, 2010, 3:03 pm
Filed under: National Minorities

PERAHU bermotor melayari dari hulu ke hilir menjelang malam. Dua buah lampu minyaknya menyala sebagai alat penerangan. Ia tampak membawa beragam tumpukan barang. Mungkin tujuan akhirnya adalah salah satu kota besar yang menjadi pusat perdagangan di sebelah selatan pulau ini.

——-

Minggu lalu saya mendatangi tempat ini. Lebih dari 500 km jauhnya dari tempat di mana saya berada. Kira-kira lebih dari lima jam lamanya perjalanan dengan mobil. Melewati jalan milik propinsi yang tak semuanya memiliki aspal. Dan hampir setengahnya masih berupa tanah yang diratakan.

Sebelum memasuki tempat yang saya tuju, Ditambah tiga puluh menit menggunakan kapal ferry untuk menyeberang. Ya. Menyeberangi sungai ini. Dari barat menuju timur.

Saya berada di tempat ini kala senja menjelang. Sebuah darmaga kecil. Letaknya bersebelahan dengan pasar lama.  Pasarnya memang ramai. Tetapi darmaganya sepi. Karena di sebelah barat terdapat darmaga yang lebih besar sebagai penggantinya. Mengantarkan arus pergi-pulang para perahu berpenumpang manusia dan barang. Tak kenal siang atau malam.

Mereka memang lazim menggunakan sungai. Di tempat ini dan di tempat lainnya, sungai adalah urat nadi kehidupan social dan ekonomi. Selebihnya adalah rawa, tanah gambut, belukar dan hutan. Sementara jalan beraspal dan jembatan adalah minor.

Continue reading



Beautifully
June 5, 2010, 5:32 pm
Filed under: Uno

THE BRIDGE cleaved Kahayan. Its length is 640 meters and a width of 9 meters. It built in 1995-2001 and connected the urban areas within the provincial road out of town towards the northern region of this province.

——-

The city was inaugurated in 1957. It is so beautiful because it situated along the banks of the cut Kahayan from north to south. Above it stretched the bridge that was modern architecture. Please stunning beauty of the city from here. Alloys between lane stretch of river that crosses the city with a number of houses afloat. The houses were usually called home ‘Lanting’.

Kahayan is one of the largest rivers in Kalimantan. With a length of approximately 250 km of the river has become a center of life that many residents living along its banks. On the right and left rows of simple houses most of the building resembles a stage house made of wood and bamboo. Partly protrudes into the river and actually floats. Some of the wooden houses that have great twists which made by the tied rope, so do not carry the current.

That beautiful town had well known as Pahandut Villages in ancient times. From this point the origin of life on the side of Kahayan.

Continue reading