Babakanblog's Blog


Pa(h)it
November 21, 2011, 3:37 pm
Filed under: Peasantry

IA SEDANG BROWSING dengan Iphone 3G-nya di depan kebun sawit mati, mengusir bosan sambil menunggu hujan reda di Kebun Tabara Plasma lokasi revitalisasi replanting pirbun yang luasnya 384 hektar. Di sini sawit bak lautan.

——-

SECARA TAK SENGAJA aku kembali bertemu dengannya, Si Panci. Tiada yang berubah dari bentuk tubuhnya setelah bermusim-musim tak bersua. Daging di badannya tetap menggembul di mana-mana, yang susah dikategorikan gemuk atau kekar. Semuanya masih serba besar. Mulai dari ujung rambut hingga tumit yang paling bawah.

Kalau dulu ia gemar bercerita tentang hidup di kota, lengkap dengan kisah kemahasiswaan yang romantik penuh buku, pesta dan cinta, tapi kini tidak lagi. Ia sekarang intim dengan kebun sawit.

“Sebenarnya sawit itu bukan tanaman asli Indonesia, lho,”

Panci mulai membuka percakapan tentang asal Elaeis guineensis. Kelapa sawit, yang sering disebut sawit saja, berasal dari Afrika Barat. Tanaman itu datang ke Indonesia tahun 1848. Pemerintahan kolonial menanamnya di Kebun Raya Bogor. Mulai periode tahun 1870-an, seiring dengan berlakunya Agrarische Wet 1870, mereka mulai menanam benih itu di tepi-tepi jalanan kota Deli dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor tahun 1911-1912.

“Awalnya ia cuma tanaman hias, tapi belakangan jadi perkebunan. Minyaknya laku keras!”

Continue reading



Rambutan
January 25, 2011, 6:06 pm
Filed under: Peasantry

KETIKA musim rambutan tiba,
buahnya bergelantung matang di pepohonan,
di kebun pekarangan.

Para pemiliknya,
kaum tani di Cikampek, karawang, Jawa Barat
bolehlah bergembira.

Para tengkulak membelinya seharga Rp. 5000
per tiga ikat ranting berisi 20 hingga 30 buah rambutan.

Hitunglah yang diperoleh tiap keluarga kaum tani,
bila rata-rata memiliki 100-200 pohon
yang memproduksi ratusan buah dalam setiap pohonnya.

Tentulah,
Sang tengkulak beruntung lebih besar
bila mereka membawanya ke ibukota
dengan harga Rp. 8000 – Rp 10.000 per tiga ikatnya.

Sayangnya,
pohon rambutan tak berbuah sepanjang tahun.
Untung besar di musimnya belum menjadi faktor
bagi peningkatan pendapatan petani pemiliki per tahunnya,
karena tingginya sewa tanah untuk sawah,
padinya kerap puso akibat kerendam banjir atau terserang hama
dan harga obat-pupuk makin mahal.



Grabbed
July 17, 2010, 7:42 pm
Filed under: Peasantry

TEMPORARY reservoir of oil palm fresh fruit bunches. It had a lot of benefits for landlords, misery for the peasantry. Large scale oil palm plantations are often grabbed owned lands of the peasants and indigenous peoples. It also occurs in Mamuju regency, West Sulawesi Province.

——-

The Indigenous Peoples and Peasantry Forum in Budong Budong [Fommtab] Mamuju district , West Sulawesi province is working on negotiating with the Government. The peace talked was about the inclusion of farmer members of the District Fommtab supervision of land-grabbing.

In the event Dialogue which was held in Bulo rembu on March 22, 2008 which was attended by party and legislative and also executive’s power of  Mamuju, when questioned about the peasantry’ land use rights, both the executive (BPN –  Mamuju District, a district level of land national agency) and House of Representatives of Mamuju district no one able to provide answers, as well as Parties of ASTRA company. With questions raised by peasantry, the ASTRA says that the document can only be opened if there is a recommendation from the Head Office of ASTRA in Jakarta.

The lack of openness is about HGU. The area owned by ASTRA has forced the peasantry to come to the existing institutions Jakarta which is likely to be able to give explanations about these issues, thus the curiosity of the peasantry displaced by land and villages of Oil Palm Plantations policies can be answered.

Continue reading